PEMBAHASAN
1. Pengertian filasafat ilmu
Meskipun
secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun
dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat
mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk
memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya
masing-masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat
hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektuan manusia.
Filsafat
ilmu diperkenalkan sekitar abad XIX oleh sekelompok ahli ilmu pengetahuan dari
universitas wina. Para ahli ilmu pengetahuan yang dipelopori oleh Moris Schlick
membentuk suatu perkumpulan yang disebut Wina circle untuk menyatukan semua
disiplin ilmu (kimia, fisika, matematika) pada suatu bahasa ilmiah dan cara
bekerja ilmiah yang pasti dan logis. Bidang keilmuan membutuhkan proses kerja
ilmiah yang relevan dengan pokok perhatian yang lebih spesifik. Karena itu saat
ini filsafat ilmu sudah semakin berkembang dan menjadi filsafat modern yang
dibutuhkan dalam setiap ilmu.
Adapaun
persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa
keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami
fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun
ilmu bersikap kritis, berfikiran terbuka serta sangat konsern pada kebenaran,
disamping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisisr dan sistematis.
Sementara
itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana
ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif
dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi
data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas
gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara
menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam
berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan
sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan
secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan
kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus
dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan
antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni.
Dengan
demikian, Ilmumengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan,
filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa
dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan
jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan
jawabannya bersifat mutlak/dogmatis.
Berikut
adalah pengertian filsafat ilmu menurut para ahli:
1. Robert
Ackermann
Filsafat ilmu dalam suatu segi
adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini
dengan perbandingn terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau
dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian
itu, tetapi filsafat ilmu demikian bukan suatu cabang yang bebas dari praktek
ilmiah senyatanya.
2. Peter
Caws
Filsafat ilmumerupakan suatu bagian
filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan
pada seluruh pengalaman manusia.
3. Lewis
White Beck
Filsafat ilmumempertanyakan dan menilai
metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya
usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
4. John
Macmurray
Filsafat
ilmu terutama bersangkutan dengan pemeriksaan kritis terhadap
pandangan-pandangan umum, prasangka-prasangka alamiah yang terkandung dalam
asumsi-asumsi ilmu atau yang berasal dari keasyikan dengan ilmu.
Filsafat mengambil peran
penting karena dalam filsafat kita bisa menjumpai pandangan-pandangan tentang
apa saja (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas
pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dan intelektual (Bagir, 2005). Menurut kamus Webster New World Dictionary,
kata scienceberasal dari kata latin, scire yang artinya
mengetahui. Secara bahasascience berarti “keadaan atau fakta mengetahui
dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan
melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan
perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari
observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menentukan
sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm)
berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara
harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire.
Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda denganscience (sains).
Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme–positiviesme sedangkan ilmu
melampuinya dengan non empirisme seperti matematika dan metafisika
(Kartanegara, 2003).
Berbicara mengenai ilmu
(sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat pengetahuan
adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”.
Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa
filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan
infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu.
Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu
baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai
filsafat. Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering
juga disebut epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakniepiscmc
yang berarti knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti
teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang
membuat dua cabang filsafat yakni epistemology dan ontology (
teori tentang apa).
Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan
memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan
yang ilmiah dan tak-ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut
ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan yang
telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehinggamemenuhi asas
pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan
demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas
ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
Orang-orang yang tidak
mengakui status ontologis obyek-obyek metafisika pasti tidak akan mengakui
status-status ilmiah dari ilmu tersebut. Itulah mengapa tahap ontologis
dianggap merupakan tonggak ciri awal pengembangan ilmu. Dalam hal ini subyek
menelaah obyek dengan pendekatan awal pemecahan masalah, semata-mata mengandalkan
logika berpikir secara nalar. Hal ini merupakan salah satu ciri pendekatan
ilmiah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi metode ilmiah yang makin
mantap berupa proses berpikir secara analisis dan sintesis. Dalam proses tersebut
berlangsung logika berpikir secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan khusus
dari yang umum.
Hal ini mengikuti teori koherensi,
yaitu perihal melekatnya sifat yang terdapat pada sumbernya yang disebut premis-premis
yang telah teruji kebenarannya, dengan kesimpulan yang pada gilirannya otomatis
mempunyai kepastian kebenaran. Dengan lain perkataan kesimpulan tersebut
praktis sudah diarahkan oleh kebenaran premis-premis yang bersangkutan.
Walaupun kesimpulan tersebut sudah memiliki kepastian kebenaran, namun
mengingat bahwa prosesnya dipandang masih bersifat rasional–abstrak, maka harus
dilanjutkan dengan logika berpikir secara induktif. Hal ini mengikuti teori
korespondensi, yaitu kesesuaian antara hasil pemikiran rasional dengan dukungan
data empiris melalui penelitian, dalam rangka menarik kesimpulan umum dari yang
khusus.
Sesudah melalui tahap
ontologis, maka dimasukan tahap akhir yaitu tahap fungsional. Pada tahap
fungsional, sikap manusia bukan saja bebas dari kepungan kekuatan-kekuatan
gaib, dan tidak semata-mata memiliki pengetahuan ilmiah secara empiris,melainkan
lebih daripada itu. Sebagaimana diketahui, ilmu tersebut secara fungsional
dikaitkan dengan kegunaan langsung bagi kebutuhan manusia dalam kehidupannya.
Tahap fungsional pengetahuan sesungguhnya memasuki proses aspel aksiologi filsafat
ilmu, yaitu yang membahas amal ilmiah serta profesionalisme terkait dengan
kaidah moral.
Semua
ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek material dan objek formal. Yang disebut
objek materi adalah hal atau bahan yang diselidiki ( hal yang dijadikan sasaran
penyelidikan). Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri,
yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah
tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Dalam
gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka
ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi),
dan filsafat tentang akhirat (teologi – filsafat ketuhanan dalam konteks hidup
beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi
dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab
pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain.
Bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam
pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang
ada itu di bagi dua, yaitu :
1)
Ada yang
bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada
umumnya.
2) Ada
yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan
tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam
(kosmologi).
Sedangkan objek formal adalah sudut pandang ( poin of view),
darimana hal atau bahan tersebut dipandang. Objek formal filsafat ilmu adalah
sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Objek formal
filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih
menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa
hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa
fingsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan
pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan
aksiologis. Objek formal filsafat ilmu merupakan sudut pandangan yang ditujukan
pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari
mana objek material itu di sorot.
Objek materi filsafat
adalah segala sesuatu yang ada. “ Ada “ disini mempunyai tiga pengertian yaitu
ada dalam kenyataan, pikiran, dan kemungkinan, sedangkan objek formal filsafat
adalah menyeluruh secara umum. Menyeluruh disini berarti bahwa filsafat dalam
memandangnya dapat mencapai hakikat ( mendalam), atau tidak ada satupun yang
berada diluar jangkauan pembahasan filsafat. Umum disini berarti bahwa dalam
hal tertentu, hal tersebut dianggap benar selama tidak merugikan kedudukan
filsafat sebagai ilmu.[1]
Menurut Ir. Poedjawitjatna, objek material filsafat
adalah ada dan yang mungkin ada. Objek material filsafat tersebut sama dengan
objek materi dari ilmu seluruhnya. Yang menentukan perbedaan ilmu yang satu
yang lainnya adalah objek formalnya, sehingga kalau ilmu membatasi diri dan
berhenti pada dan berdasarkan pengalaman, sedangkan filsafat tidak membatasi
diri, filsafat hendak mencari keterangan yang sedalam dalamnya, inilah objek
formal filsafat.
Perbedaan objek material dan formal
filsafat ilmu
Objek material filsafat
merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu
disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang
abstrak. Sedangkan Objek formal filsafat
ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh
hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.
Obyek material filsafat
ilmu itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita)
sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus
dan empiris. objek material mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan
mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu dan mengujinya dengan
realisasi praktis yang sebenarnya.
Sedangkan Obyek formal filsafat ilmu menyelidiki segala sesuatu itu guna
mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material itu secara hakiki,
mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of
everything). Obyek formal inilah sudut pandangan yang membedakan watak filsafat
dengan pengetahuan. Karena filsafat berusaha mengerti sesuatu sedalam dalamnya.
Menurut Endang Saefudin
Anshori (1981) objek material filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud,
yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu
a. Hakekat
Tuhan
b. Hakekat
Alam
c. Hakekat
manusia
Obyek
material Filsafat ilmu yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik
materi konkret, psisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk pula
pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian
obyek filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin
ada. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup
ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material yang sama dapat
dikaji oleh banyak ilmu lain. ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan
ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek
material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada
dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan.[2]
C. Kedudukan Dan Fungsi Filsafat Ilmu Terhadap Ilmu
Lain.
1. Kedudukan Peranan Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Pada dasarnya filsafat ilmu bertugas memberi
landasan filosofi untuk minimal memahami berbagai konsep dan teori suatu
disiplin ilmu, sampai membekalkan kemampuan untuk membangun teori ilmiah.
Secara subtantif fungsi pengembangan tersebut memperoleh pembekalan dan
disiplin ilmu masing-masing agar dapat menampilkan teori subtantif. Selanjutnya
secara teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu dapat
mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disiplin
ilmu masing-masing.
Sedangkan kajian yang dibahas dalam filsafat ilmu
adalah meliputi hakekat (esensi) pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih
menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti;
ontologi ilmu, epistimologi ilmu dan aksiologi ilmu. Dari ketiga landasan
tersebut, bila dikaitkan dengan ilmu pengetahuan maka letak filsafat ilmu itu
terletak pada ontologi dan epistimologinya. Ontologi disini titik tolaknya pada
penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis
yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat
tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas. Manakala realitas yang
dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala
realitas yang dimaksud adalah spirit atau roh, maka lebih terarah pada
ilmu-ilmu humanoria.
Sedangkan epistimologi titik tolaknya pada
penelaahan ilmu pengetahuan yang di dasarkan atas cara dan prosedur dalam
memperoleh kebenaran. Dari penjelasan diatas kita dapat mengetahui
bahwa kedudukan filsafat ilmu dalam ilmu pengetahuan terletak pada ontologi dan
epistemologinya ilmu pengetahuan tersebut. Ontologi titik tolaknya pada
penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis
yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat
tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas.[3]
Manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka
lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas yang dimaksud adalah
spirit atau roh, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humanoria. Dan epistimologi
titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang di dasarkan atas cara dan
prosedur dalam memperoleh kebenaran.
2. Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan salah satu
cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi dari filsafat ilmu tidak bisa
kita lepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
a. Sebagai
alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
b. Mempertahankan,
menunjang dan melawan atau berdiri sendiri terhadap pandangan filsafat lainnya.
c. Memberikan
pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup, dan pandangan dunia.
d. Menberikan
ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan.
e. Menjadi
sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan
seperti ekonomi, politik, hokum dan sebagainya.
Jadi, fungsi filsafat ilmu adalah untuk
memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagai konsep dan teori,
disiplin ilmu dan membekali kamampuan untuk membangun teori ilmiah.Selanjutnya
dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam 2 fungsi yaitu
sebagai confirmatory theories (berupaya mendeskripsikan relasi
normative antara hipotesis dengan evidensi) dan theory of
explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun
besar secara sederhana.[4]
3. Hubungan filsafat ilmu dengan ilmu lain
1. Hubungan Filsafat dengan Ilmu Biologi
Ilmu
Biologi mempelajari tentang sesuatu yang hidup serta masalah-msalah yang
menyangkut hidupnya. Ilmu filsafat mempelajari seluruh isi alam semesta mulai
dari benda, tumbuhan, hewan, manusia, sampai pada sang pencipta. Biologi
merupakan buah dari pemikiran filsafat yang detail dan mendalam yang dapat
dibuktikan secara empiris dan komprehensif yang kemudian secara jelas dapat di
pertanggungjawabkan ke absahan-nya oleh pengguna ilmu tersebut.[5]
Filsafat
mencoba untuk menganalisis pengertian-pengertian hakiki dalam biologi dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengertian-pengertian hidup,
adaptasi, teologi, evolusi dan penularan sifat-sifat. Filsafat menjabarkan juga
tentang tempat hidup dalam rangka sesuatu, dan arti pentingnya hidup bagi
penafsiran kita tentang alam semesta tempat kita hidup. Biologi kefilsafatan
membantu untuk bersifat kritis, bukan hanya terhadap istilah-istilah biologi,
melainkan juga metode-metode serta teori-teorinya. Seorang filsuf dapat
menghubungkan bahan-bahan yang ditemukan oleh ilmuwan biologi dengan
teori-teori yang dikemukakan untuk menerangkan bahan-bahan tersebut. Ia dapat
menolong seorang ahli biologi untuk bersifat kritis, bukan hanya terhadap
istilah-istilahnya, melainkan juga terhadap metode-metode dan teori-teorinya.
2. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Ilmu Sains
Sains
merupakan suatu metode berfikir yang bersifat objektif untuk menggambarkan dan
memberi makna terhadap dunia nyata, yang diartikan juga sebagai common sense yang diatur dan
diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau
peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode observasi yang teliti dan kritis,
Titus (1959) dalam Uyoh Sadulloh (2012).
Perkembangan
filsafat sangat dipengaruhi oleh sains. Sains sangat mempengaruhi pemikiran
filsafat dalam mengembangkan sejumlah pemikiran yang deskriptif dan nyata.
Dengan dibuktikan oleh sains, filsafat menjadikan buah pemikiran filsuf menjadi
suatu kebenaran karena dibuktikan secara ilmiah. Filsafat membantu memikirkan
dan menjawab apa yang tak dapat dipikirkan dan dijawab oleh sains.
Sains
berbeda dari cara perolehan pengetahuan lain karena penjelasannya. Motif sains
adalah setepat dan sejelas mungkin menjelaskan gejala. Sedangkan filsafat ilmu
menyediakan kerangka orientasi bagi ilmu untuk mendekati dan memandang gejala.
Filsafat ilmu membantu ilmu untuk menyedikan kerangka pikir untuk menjelaskan
persoalan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu.
3. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Ilmu Ekonomi
Ilmu
ekonomi adalah suatu studi mengenai individu-individu dan masyarakat dalam membuat
pilihan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk
menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan mendistribusikannya untuk
kebutuhan konsumsi (sekarang dan dimasa datang) kepada berbagai individu dan
golongan masyarakat (Samuelson, 1992).
Sasaran
ilmu ekonomi adalah hubungan antar manusia dalam memenuhi kebutuhan
materialnya. Sedangkan pemenuhan kebutuhan spiritual tidak termasuk dalam
lingkup ekonomi. Ilmu ekonomi mencoba menguraikan semua permasalahan yang
dihadapi. Akan tetapi tujuan utamanya adalah utu memahami bagaimana
mengupayakan pengalokasian sumber-sumber daya yang dimilki yang tentunya
terbatas kapasitasnya. Inti dari ilmu ekonomi adalah upaya manusia untuk
memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas akan tetapi sumber ekonomi yang ada
terbatas jumlahnya (langka). Kelangkaan tersebut menjadi sumber masalah
ekonomi.
Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa ilmu ekonomi merupakan suatu studi
tentang perilaku masyarakat dalam menggunakan sumber daya yang langka dalam
rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkannya kepada
berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.
Filsafat
ilmu sangat berperan bagi ilmu ekonomi dengan 3 landasan pokoknya, yaitu :
1. Landasan
Ontologi
2. Landasan
epistemology
3. Landasan
aksiologi
Dalam menciptakan penemuan-penemuan
baru, baik ekonomi secara teoritis maupun ekonomi terapan. Temuan-temuan ilmiah
dibidang manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen sumber daya manusia
dan manajemen keuangan telah mampu membawa dampak terhadap modernisasi system
industry dan perdagangan dunia.
Kemajuan teknologi abad ini merupakan
hasil dari aktivitas intelektual manusia yang sudah maju, baik dalam system
amupun metodenya. Adanya perubahan teknologi ini juga berakibat langsung
terhadap perkembangan drastis system ilmu dan teknologi. Perkembangan tersebut
mengahsilkan revolusi ilmiah dan revolusi teknologi yang bergerak dalam
perubahan kualitatif yang mendasar. Kemajuan drastic bersifat mendasar ini
merupakan prestasi-prestasi ilmiah modern, yang terungkap dala teknologi dan
juga dalam proses produksi barang-barang material, maka ini berarti tingkat
peradaban manusia sudah semakin tinggi.
Peranan filsafat ilmu sebagai dasar dan
arah pengembangan ilmu ekonomi dalam rangka meningkatkan mutu para sarjananya
menjadi amat penting untuk dipikirkan sebagai prasyaratnya, seperti landasan
ontologis, yaitu yang berhubungan dengan materi yang menjadi obyek telaah ilmu.
Filsafat ilmu membimbing agar calon ilmuwan ekonomi tidak salah menentukan
hakekat apa yang dikaji. Dalam hal ini, manusia dalam hubungannya dengan
barang/jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Landasan epistemologis, membimbing
dalam proses untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dibidang ekonomi. Kegiatan
dalam mencari pengetahuan tentang obyek apapun termasuk manusia dalam
hubungannya benda/jasa untuk memenuhi kebutuhannya, selama hal itu terbatas
pada obyek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh metode keilmuan, maka sah
disebut keilmuan. Dasar aksiologi, membimbing dalam membahas tentang manfaat
dari ilmu pengetahuan ekonomi yang didapatkannya. Disini ilmuwan bidang ekonomi
harus mampu menilai antar yang baik dan yang buruk, sehingga ilmuwan harus
memiliki moral yang kuat agar kemajuan ilmu yang dihasilkan tidak menjadi momok
yang mengancam kehidupan manusia itu sendiri.
[1]Muhammad, Adib, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2010), Hlm.17
[2]Sanusi,Achmad, Filsafah Ilmu,
Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara
yang Tercecer, (Bandung: IKAPI ,1998), Hlm. 29
[3]Latif, Mukhtar, Filsafat ilmu, (Jakarta:Prenadamedia
group, 2014), Hlm.41
[4] Poedjiadi,
Anna. Muchtar, Suwarma Al. Filsafat Ilmu. Jurnal.
[5]Amsal
Bahtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta:Rajawali pers, 2010), Hlm. 22
No comments:
Post a Comment