Saturday, February 29, 2020

FILSAFAT ILMU


PEMBAHASAN

A.    Pengertian Filsafat Ilmu
1.      Pengertian filasafat ilmu
Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektuan manusia.
Filsafat ilmu diperkenalkan sekitar abad XIX oleh sekelompok ahli ilmu pengetahuan dari universitas wina. Para ahli ilmu pengetahuan yang dipelopori oleh Moris Schlick membentuk suatu perkumpulan yang disebut Wina circle untuk menyatukan semua disiplin ilmu (kimia, fisika, matematika) pada suatu bahasa ilmiah dan cara bekerja ilmiah yang pasti dan logis. Bidang keilmuan membutuhkan proses kerja ilmiah yang relevan dengan pokok perhatian yang lebih spesifik. Karena itu saat ini filsafat ilmu sudah semakin berkembang dan menjadi filsafat modern yang dibutuhkan dalam setiap ilmu.
Adapaun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berfikiran terbuka serta sangat konsern pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisisr dan sistematis.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik  pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji  hubungan antara temuan-temuan ilmu  dengan klaim agama, moral serta seni.
Dengan demikian, Ilmumengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis.
Berikut adalah pengertian filsafat ilmu menurut para ahli:
1.      Robert Ackermann
Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingn terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian bukan suatu cabang yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya.
2.      Peter Caws
Filsafat ilmumerupakan suatu bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia.
3.      Lewis White Beck
Filsafat ilmumempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
4.      John Macmurray
Filsafat ilmu terutama bersangkutan dengan pemeriksaan kritis terhadap pandangan-pandangan umum, prasangka-prasangka alamiah yang terkandung dalam asumsi-asumsi ilmu atau yang berasal dari keasyikan dengan ilmu.
Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bisa menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual (Bagir, 2005). Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata scienceberasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasascience berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menentukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda denganscience (sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme–positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan non empirisme seperti matematika dan metafisika (Kartanegara, 2003).
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”. Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat. Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakniepiscmc yang berarti knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni epistemology dan ontology ( teori tentang apa).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehinggamemenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
Orang-orang yang tidak mengakui status ontologis obyek-obyek metafisika pasti tidak akan mengakui status-status ilmiah dari ilmu tersebut. Itulah mengapa tahap ontologis dianggap merupakan tonggak ciri awal pengembangan ilmu. Dalam hal ini subyek menelaah obyek dengan pendekatan awal pemecahan masalah, semata-mata mengandalkan logika berpikir secara nalar. Hal ini merupakan salah satu ciri pendekatan ilmiah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi metode ilmiah yang makin mantap berupa proses berpikir secara analisis dan sintesis. Dalam proses tersebut berlangsung logika berpikir secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan khusus dari yang umum.
Hal ini mengikuti teori koherensi, yaitu perihal melekatnya sifat yang terdapat pada sumbernya yang disebut premis-premis yang telah teruji kebenarannya, dengan kesimpulan yang pada gilirannya otomatis mempunyai kepastian kebenaran. Dengan lain perkataan kesimpulan tersebut praktis sudah diarahkan oleh kebenaran premis-premis yang bersangkutan. Walaupun kesimpulan tersebut sudah memiliki kepastian kebenaran, namun mengingat bahwa prosesnya dipandang masih bersifat rasional–abstrak, maka harus dilanjutkan dengan logika berpikir secara induktif. Hal ini mengikuti teori korespondensi, yaitu kesesuaian antara hasil pemikiran rasional dengan dukungan data empiris melalui penelitian, dalam rangka menarik kesimpulan umum dari yang khusus.
Sesudah melalui tahap ontologis, maka dimasukan tahap akhir yaitu tahap fungsional. Pada tahap fungsional, sikap manusia bukan saja bebas dari kepungan kekuatan-kekuatan gaib, dan tidak semata-mata memiliki pengetahuan ilmiah secara empiris,melainkan lebih daripada itu. Sebagaimana diketahui, ilmu tersebut secara fungsional dikaitkan dengan kegunaan langsung bagi kebutuhan manusia dalam kehidupannya. Tahap fungsional pengetahuan sesungguhnya memasuki proses aspel aksiologi filsafat ilmu, yaitu yang membahas amal ilmiah serta profesionalisme terkait dengan kaidah moral.

B.    Objek Material dan Formal Filsafat Ilmu
            Semua ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek material dan objek formal. Yang disebut objek materi adalah hal atau bahan yang diselidiki ( hal yang dijadikan sasaran penyelidikan). Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi – filsafat ketuhanan dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
1)      Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
2)      Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).
Sedangkan objek formal adalah sudut pandang ( poin of view), darimana hal atau bahan tersebut dipandang. Objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fingsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis. Objek formal filsafat ilmu merupakan sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.
Objek materi filsafat adalah segala sesuatu yang ada. “ Ada “ disini mempunyai tiga pengertian yaitu ada dalam kenyataan, pikiran, dan kemungkinan, sedangkan objek formal filsafat adalah menyeluruh secara umum. Menyeluruh disini berarti bahwa filsafat dalam memandangnya dapat mencapai hakikat ( mendalam), atau tidak ada satupun yang berada diluar jangkauan pembahasan filsafat. Umum disini berarti bahwa dalam hal tertentu, hal tersebut dianggap benar selama tidak merugikan kedudukan filsafat sebagai ilmu.[1]
Menurut Ir. Poedjawitjatna, objek material filsafat adalah ada dan yang mungkin ada. Objek material filsafat tersebut sama dengan objek materi dari ilmu seluruhnya. Yang menentukan perbedaan ilmu yang satu yang lainnya adalah objek formalnya, sehingga kalau ilmu membatasi diri dan berhenti pada dan berdasarkan pengalaman, sedangkan filsafat tidak membatasi diri, filsafat hendak mencari keterangan yang sedalam dalamnya, inilah objek formal filsafat.
Perbedaan objek material dan formal filsafat ilmu
Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.  Sedangkan Objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.
Obyek material filsafat ilmu itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. objek material mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu dan mengujinya dengan realisasi praktis yang sebenarnya.  Sedangkan Obyek formal filsafat ilmu menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material itu secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of everything). Obyek formal inilah sudut pandangan yang membedakan watak filsafat dengan pengetahuan. Karena filsafat berusaha mengerti sesuatu sedalam dalamnya.
Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu
a.       Hakekat Tuhan
b.      Hakekat Alam
c.       Hakekat manusia
Obyek material Filsafat ilmu yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik materi konkret, psisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan.[2]
C.    Kedudukan Dan Fungsi Filsafat Ilmu Terhadap Ilmu Lain.
1.    Kedudukan  Peranan Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Pada dasarnya filsafat ilmu bertugas memberi landasan filosofi untuk minimal memahami berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu, sampai membekalkan kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Secara subtantif fungsi pengembangan tersebut memperoleh pembekalan dan disiplin ilmu masing-masing agar dapat menampilkan teori subtantif. Selanjutnya secara teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu dapat mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disiplin ilmu masing-masing.
Sedangkan kajian yang dibahas dalam filsafat ilmu adalah meliputi hakekat (esensi) pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti; ontologi ilmu, epistimologi ilmu dan aksiologi ilmu. Dari ketiga landasan tersebut, bila dikaitkan dengan ilmu pengetahuan maka letak filsafat ilmu itu terletak pada ontologi dan epistimologinya. Ontologi disini titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas. Manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas yang dimaksud adalah spirit atau roh, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humanoria.
Sedangkan epistimologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang di dasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran. Dari penjelasan diatas kita dapat mengetahui bahwa kedudukan filsafat ilmu dalam ilmu pengetahuan terletak pada ontologi dan epistemologinya ilmu pengetahuan tersebut. Ontologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas.[3]
Manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas yang dimaksud adalah spirit atau roh, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humanoria. Dan epistimologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang di dasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran.
2.      Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi dari filsafat ilmu tidak bisa kita lepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
a.       Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
b.      Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri sendiri terhadap pandangan filsafat lainnya.
c.       Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup, dan pandangan dunia.
d.      Menberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan.
e.       Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, hokum dan sebagainya.
Jadi, fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagai konsep dan teori, disiplin ilmu dan membekali kamampuan untuk membangun teori ilmiah.Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam 2 fungsi yaitu sebagai confirmatory theories (berupaya mendeskripsikan relasi normative antara hipotesis dengan evidensi) dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.[4]
3.      Hubungan filsafat ilmu dengan ilmu lain
1.      Hubungan Filsafat dengan Ilmu Biologi
Ilmu Biologi mempelajari tentang sesuatu yang hidup serta masalah-msalah yang menyangkut hidupnya. Ilmu filsafat mempelajari seluruh isi alam semesta mulai dari benda, tumbuhan, hewan, manusia, sampai pada sang pencipta. Biologi merupakan buah dari pemikiran filsafat yang detail dan mendalam yang dapat dibuktikan secara empiris dan komprehensif yang kemudian secara jelas dapat di pertanggungjawabkan ke absahan-nya oleh pengguna ilmu tersebut.[5]
Filsafat mencoba untuk menganalisis pengertian-pengertian hakiki dalam biologi dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengertian-pengertian hidup, adaptasi, teologi, evolusi dan penularan sifat-sifat. Filsafat menjabarkan juga tentang tempat hidup dalam rangka sesuatu, dan arti pentingnya hidup bagi penafsiran kita tentang alam semesta tempat kita hidup. Biologi kefilsafatan membantu untuk bersifat kritis, bukan hanya terhadap istilah-istilah biologi, melainkan juga metode-metode serta teori-teorinya. Seorang filsuf dapat menghubungkan bahan-bahan yang ditemukan oleh ilmuwan biologi dengan teori-teori yang dikemukakan untuk menerangkan bahan-bahan tersebut. Ia dapat menolong seorang ahli biologi untuk bersifat kritis, bukan hanya terhadap istilah-istilahnya, melainkan juga terhadap metode-metode dan teori-teorinya.
2.      Hubungan Filsafat Ilmu dengan Ilmu Sains
Sains merupakan suatu metode berfikir yang bersifat objektif untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia nyata, yang diartikan juga sebagai common sense yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode observasi yang teliti dan kritis, Titus (1959) dalam Uyoh Sadulloh (2012).
Perkembangan filsafat sangat dipengaruhi oleh sains. Sains sangat mempengaruhi pemikiran filsafat dalam mengembangkan sejumlah pemikiran yang deskriptif dan nyata. Dengan dibuktikan oleh sains, filsafat menjadikan buah pemikiran filsuf menjadi suatu kebenaran karena dibuktikan secara ilmiah. Filsafat membantu memikirkan dan menjawab apa yang tak dapat dipikirkan dan dijawab oleh sains.
Sains berbeda dari cara perolehan pengetahuan lain karena penjelasannya. Motif sains adalah setepat dan sejelas mungkin menjelaskan gejala. Sedangkan filsafat ilmu menyediakan kerangka orientasi bagi ilmu untuk mendekati dan memandang gejala. Filsafat ilmu membantu ilmu untuk menyedikan kerangka pikir untuk menjelaskan persoalan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu.
3.      Hubungan Filsafat Ilmu dengan Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai individu-individu dan masyarakat dalam membuat pilihan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan mendistribusikannya untuk kebutuhan konsumsi (sekarang dan dimasa datang) kepada berbagai individu dan golongan masyarakat (Samuelson, 1992).
Sasaran ilmu ekonomi adalah hubungan antar manusia dalam memenuhi kebutuhan materialnya. Sedangkan pemenuhan kebutuhan spiritual tidak termasuk dalam lingkup ekonomi. Ilmu ekonomi mencoba menguraikan semua permasalahan yang dihadapi. Akan tetapi tujuan utamanya adalah utu memahami bagaimana mengupayakan pengalokasian sumber-sumber daya yang dimilki yang tentunya terbatas kapasitasnya. Inti dari ilmu ekonomi adalah upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas akan tetapi sumber ekonomi yang ada terbatas jumlahnya (langka). Kelangkaan tersebut menjadi sumber masalah ekonomi.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa ilmu ekonomi merupakan suatu studi tentang perilaku masyarakat dalam menggunakan sumber daya yang langka dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkannya kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.
Filsafat ilmu sangat berperan bagi ilmu ekonomi dengan 3 landasan pokoknya, yaitu :
1.      Landasan Ontologi
2.      Landasan epistemology
3.      Landasan aksiologi
Dalam menciptakan penemuan-penemuan baru, baik ekonomi secara teoritis maupun ekonomi terapan. Temuan-temuan ilmiah dibidang manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen sumber daya manusia dan manajemen keuangan telah mampu membawa dampak terhadap modernisasi system industry dan perdagangan dunia.
Kemajuan teknologi abad ini merupakan hasil dari aktivitas intelektual manusia yang sudah maju, baik dalam system amupun metodenya. Adanya perubahan teknologi ini juga berakibat langsung terhadap perkembangan drastis system ilmu dan teknologi. Perkembangan tersebut mengahsilkan revolusi ilmiah dan revolusi teknologi yang bergerak dalam perubahan kualitatif yang mendasar. Kemajuan drastic bersifat mendasar ini merupakan prestasi-prestasi ilmiah modern, yang terungkap dala teknologi dan juga dalam proses produksi barang-barang material, maka ini berarti tingkat peradaban manusia sudah semakin tinggi.
Peranan filsafat ilmu sebagai dasar dan arah pengembangan ilmu ekonomi dalam rangka meningkatkan mutu para sarjananya menjadi amat penting untuk dipikirkan sebagai prasyaratnya, seperti landasan ontologis, yaitu yang berhubungan dengan materi yang menjadi obyek telaah ilmu. Filsafat ilmu membimbing agar calon ilmuwan ekonomi tidak salah menentukan hakekat apa yang dikaji. Dalam hal ini, manusia dalam hubungannya dengan barang/jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Landasan epistemologis, membimbing dalam proses untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dibidang ekonomi. Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang obyek apapun termasuk manusia dalam hubungannya benda/jasa untuk memenuhi kebutuhannya, selama hal itu terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh metode keilmuan, maka sah disebut keilmuan. Dasar aksiologi, membimbing dalam membahas tentang manfaat dari ilmu pengetahuan ekonomi yang didapatkannya. Disini ilmuwan bidang ekonomi harus mampu menilai antar yang baik dan yang buruk, sehingga ilmuwan harus memiliki moral yang kuat agar kemajuan ilmu yang dihasilkan tidak menjadi momok yang mengancam kehidupan manusia itu sendiri.


[1]Muhammad, Adib, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), Hlm.17
[2]Sanusi,Achmad, Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, (Bandung: IKAPI ,1998), Hlm. 29
[3]Latif, Mukhtar, Filsafat ilmu, (Jakarta:Prenadamedia group, 2014), Hlm.41
[4] Poedjiadi, Anna. Muchtar, Suwarma Al. Filsafat Ilmu. Jurnal.
[5]Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta:Rajawali pers, 2010), Hlm. 22

No comments:

Post a Comment