2.1
Filsafat Seruan Islam
Proses perkembangan pemikiran
muslim, terdapat dalam tiga fase dan erat kaitanya dengan sejarah islam. Pertama,
akibat adanya pergolakan politik pada masa kekhalifahan Ali, menimbulkan perang
siffin dan perang Jamal. Adanya perang ini menjadi faktor utama munculnya
golongan khawarij. Kedua, akibat eksoansi Islam kebarat ke spanyol dan prancis,
ke selatan sampai ke sudan, Ethiopia dan seterusnya, ke timur sampai ke India
dan seterusnya dan ke utara sampai ke Rusia.
Ketiga, akibat eksoansi Islam
kebarat ke spanyol dan prancis, ke selatan sampai ke sudan, Ethiopia dan
seterusnya, ke timur sampai ke India dan seterusnya dan ke utara sampai ke
Rusia. Akibat adanya perubahan masyarakat dari tradisional menjadi masyarakat
modern, dan pandangan cakrawala berpikir yang regional menjadi yang lebih luas
lagi kehidupan pribadi makin lama makin kompleks, menimbulkan masalah-masalah
baru yang memerlukan pemecahan.
Ketiga faktor-faktor yang dikemukakan di atas sangat
membantu lahirnya pemikiran - pemikiran baru bagi umat islam. Pemikiran Filsafat
yunani mulai berkembang pada abad VI SM. Filsafat yang berkembang itu bukanlah
hasil pemikiran filosof Yunani semata pada waktu itu, tetapi lebih tepat
di katan hasil proses perkembangan
berpikir dan kumpulan dari pilihan-pilihan kebudayaan sebelum masa filosof itu.
Tujuan semula keberadaan filsafat
Yunani itu untuk menguji kebenaran ajaran agama, maka pengetahuan keagamaan
yang dapat dibenarkan oleh akal pikiran dinamakan filsafat dan yang tidak
sesuai disebut cerita agama. Salah seorang yang berjasa dalam menyebarkan
kebudayaan yunani adalah Alexander Agung yang pada tahun 331 SM dapat menguasai
Persia (Darius), namun di negeri jajahan itu , ia selalu berusaha menyatukan
kebudayaan Yunani dengan kebudayaan jajahannya , antara lain, dengan cara
perkawinan, berpakaian dan pengangkatan pegawai atau pengiringnya.
Sekitar abad ke-7 dan 8 M. Islam telah menyebarkan
sayap-sayapnya ke Syiria, mesir, Afrika Utara dan sebagian Spanyol. Melalui
filosof-filosof kristen di Syiria orang-orang islam mengenal filsafat Yunani.
Dengan demikian filsafat Yunani yang sampai ke dunia islam bukanlah langsung dari Yunani akan tetapi melalui filosof di luar yunani dan bahkan telah bercampur aduk dengan pemikiran-pemikiran di mana filsafat itu berkembang.
Faktor yang mendorong orang islam Mempelajari Filsafat :
- Bahwa ajaran islam
menganjurkan kepada pemeluk untuk mempelajari ilmu pengetahuan.
- Kaum muslimin
melihat adanya manfaat mempelajari filsafat Yunani itu, terutama untuk
memperkuat akidah islamiah dan berguna pula untuk berpolemik atau
berapologi, dengan orang-orang yang tidak seagama atau yang menyimpang
dari ajaran islam.
- Situasi dan
kondisi memerlukan adanya terjemahan-terjemahan terutama ilmu-ilmu yang
tidak menyinggung masalah keagamaan, karena masyarakatnya makin maju.
Setalah orang islam meyakini
kebaikan nilai-nilai pengetahuan yang diterjemahkan itu, maka makin
bertambah kegiatan untuk mempelajari pengetahuan Yunani itu dengan jalan
bagaimanapun. Namun setalah ke khlalifahan Makmun yaitu zaman zaman kekhalifahan
al-Mutawakkil penerjamahan buku-buku tidak lagi banyak dilakukan (terutama buku
filsafat) bahkan akhirnya dilarang.[1]
2.2 Ilmuan dan Para Cendekiawan Muslim
- Al-Thabari
Nama kengkapnya Abu Ja’far Muhammad
Ibnu Jarir al Thabari. Lahir di Amul, Thabaristan yang terletak di pantai
selatan laut Thabaristan (laut Qazwayn) pada tahun 225 H/839 M dan meninggal di
Baghdad pada tahun 310 H/923 M. Ia adalah seorang sejarawan besar,
ensiklopedis, ahli tafsir, ahli qira’at, ahli hadist dan ahli fikih.
Karya al-Thabari dalam bidang
sejarah yang sangat terkenal, yaitu dalam bidang sejarah umum, berjudul Tarikh
al-Umam wa al-Muluk (sejarah bangsa-bangsa dan raja-raja) atau Tarikh al-Rusul
wa al-Anbiya’ wa al-Muluk wa al-Khulafa’ (sejarah para Rasul, para Nabi, para
Raja, dan para Khalifah).
- Al - Mas’udi
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Hasan
Ali ibn Husayn ibn Ali (Baghdad- fustat, mesir 956 M).Ia adalah seorang
sejarawan dan ahli geografi, ahli geologi, dan ahli zoologi muslim, juga
mempelajari ilmu kalam (theologi), akhlaq, politik, dan ilmu bahasa.
Di antara karyanya yang dapat diketahui adalah sebagai berikut. (1) Dzakhair al-Ulum wa Ma Kana fi Sa’ir al-Duhur (khazanah ilmu pada setiap kurun), (2) al-Istidzkar Lima Marra fi Salif al-A’mar tentang peristiwa-peristiwa masa lalu. (3) Tarikh fi Akhbar al-Umam min al-‘Arab wa al-‘Ajam (sejarah bangsa-bangsa, Arab dan Persia.[2]
- Al-Biruni
Nama lengkapnya adalah
Abu Rayhan Muhammad Ibn Ahmad al-Biruni al-Khawarizmi. Dia lahir di Khawarizm,
Turkmenia pada bulan Dzulhijjah 362 H/ September 973 M dan meninggal dunia di
Ghazna pada bulan Rajab 448 H/ 13 Desember 1048 M. Ia menguasai ilmu-ilmu
sejarah, matematika, fisika, ilmu falak, kedokteran, ilmu-ilmu bahasa, geologi,
geografi, dan filsafat. Dia adalah seorang yang terkenal banyak mengarang dan
menerjemahkan karya-karya tentang kebudayaan India ke dalam bahasa Arab.
- Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya adalah Waliyuddin
‘Abd al-Ramhan ibn Muhammad ibn Muhammad ibn abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan
ibn Khaldun. Dia lahir di Tunisia di awal bulan Ramadhan 732 H (27 Mei 1333 M)
dan wafat di Kairo pada tanggal 25 Ramadhan 808 H/ 19 Maret 1406 M. Keluarganya
berasal dari Khadrolmaut dan silsilahnya sampai kepada sahabat Nabi yang
bernama Wayl ibn Hujr dari kabilah Kindah.
Dia mengarang kitab monumentalnya
kitab al-I’bar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-A’rab wa al-‘Ajam
wa al-Barbar wa man Siwahum min Dzaw al-Sulthan al-Akbar (di singkat al-I’bar)
yang terdiri dari tujuh jilid besar. Kitab ini berisi kajian sejarah, dan
didahului oleh sebuah pembahasan tentang masalah-masalah sosial manusia yang
dikenal dengan nama Muqaddimah ibn Khaldun yang merupakan jilid pertama dari
kitab al-I’bar.
Kitab Muqaddimah itu membuka lebar-lebar jalan
menuju bahasan ilmu-ilmu sosial. Oleh karena itu, dalam sejarah islam Ibnu
Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dalam islam.2
- Al-Kindi (194-260
H/809-875), buku karangannya sebanyak 236 judul
- Al-Farabi, orang
menyebutnya Alfarobius
- Ibnu Bajah (wafat
tahun 523 H)
- Ibnu Thufail
(wafat tahun 581)
- Ibnu Sina
(370-428H/980-1037M), orang eropa menyebutnya Aviecena. Di samping seorang
filosof ia juga seorang doktor dan ahli musik, karangannya yang terkenal
adalah Shafa, Najat, Qonun. lsafiyah, mizanu Amal dan lainya.
- Al-Ghazali
(450-505H/ 1058-1101M), ia digelari sebagai hajjatul islam, buku
karangannya ada 70 judul. Karangannya adalah : Al-Munqiz minand Dhalal,
Tuhfatul Falsafiyah dan lainya.
- Ibnu Rusyd
(520-595H/1126-1198M), di Barat namanya dikenal Oveoes. Di antara buku
karangannya adalah: Mabadiul Falasafiyah, Kulliyat, Tafsir Urjuja dan
lain-lain.[3]
- Al-Khawarizmi
Dalam pendidikan telah
dibuktikan bahwa al-Khawarizmi adalah seorang tokoh Islam yang berpengetahuan
luas. Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya dalam bidang syariat tapi di dalam
bidang falsafah, logika, aritmatika, geometri, musik, ilmu hitung, sejarah
Islam dan kimia.
Beliau telah menciptakan
pemakaian Secans dan Tangen dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi.
Dalam usia muda beliau bekerja di bawah pemerintahan Khalifah al-Ma’mun,
bekerja di Bayt al-Hikmah di Baghdad. Beliau bekerja dalam sebuah observatory
yaitu tempat belajar matematika dan astronomi.
- Jabir Ibnu Hayyan/
Ibnu Geber
Ditemukannya kimia oleh Jabir ini membuktikan, bahwa ulama di masa lalu tidak melulu lihai dalam ilmu-ilmu agama, tapi sekaligus juga menguasai ilmu-ilmu umum.“Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab memberikan sumbangannya yang terbesar di bidang kimia,” tulis sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam History of The Arabs.Berkat penemuannya ini pula, Jabir dijuluki sebagai Bapak Kimia Modern.
2.3
Penemuan Ilmu di kalangan Cendekiawan Muslim
Sumbangan dari
Intelektual islam di berbagai bidang ilmu pengetahuan, di antaranya di bidang:
1.
Astronomi, dalam
literatur islam astronomi disebut ilmu falak ( untuk mengetahui sistem
perputaran benda-benda langit). Bidang
ilmu ini amat mendukung peribadatan islam, yaitu seperti dalam menentukan awal
dan akhir bulan Ramadhan, hari raya idhul fitri/adha dan lain sebagainya. Di antara
para ahli astronomi muslim yang tersohor : Al-batani, yang menemukan keiringan
bulan ; ali ibn Younis.[4]
2. Matematika,
dalam bahasa arab disebut Alabar (perhitungan), sedangkan istilah algoritme
berasal dari nama penemunya yaitu, alkhawarizmi. Ialah seorang ahli matematika
muslim terkenal di masa khalifah al-mamun, yang menulis aljabar berjudul
Al-jabr Wa’l-maakalala (perhitungan dan simbol).
3. Fisika, ilmu fisika juga berhubungan erat dengan ilmu
astronomi. Sehingga karya-karya tentang optik seperti yang ditulis Hassan ibn
Haitam (965-1039 M) juga merupakan dasar bagi bangunan ilmu fisika, yakni dasar
bagi pengadaan teropong dan fotografi. Di samping itu, penelitiannya mengenai
kaca pembesar telah memberi inspirasi kepada Bacon dan Kepler yang menemukan
teleskop maupun mikroskop.
4. Kimia.
Meskipun bangsa Yunani telah mengenal sejumlah zat kimia, namun mereka tidak
tahu apa-apa mengenai subtansi unsur-unsur zat kimia, seperti alkohol, asam
sulfur, maupun asam nitrat. Di antara ilmuan muslim dibidang kimia adalah abu
Musa Jakfar Al-kufi (Djeber), telah menulis semacam ensiklopedia dan rangkuman
ilmu kimia. Serta abu Bakar Zakaria m.Razi (Razez) dalam bukunya Al-hawi yang
menguraikan bagaimana membuat asam sulfur atau alkohol. Di bidang industri
adalah berupa penemuan mesiu untuk keperluan senjata dan pengelolaan kertas
dari bahan kapas.
5.
Ilmu
Hayat. Farmapodia atau sejenis ensiklopedia
tertumbuhan obat yang disusun bangsa arab
muslim berisi berbagai tumbuhan
dan bahan-bahan obat yang belum dikenal bangsa Yunani, termasuk kamper dan daun
senna, tamarin, kasia dan mauna.
6.
Bidang Seni
Ukir, Bard dari Tariff, dengan hasil seni ukirnya pada botol tinta, papan
catur, payung , vas, burung-burungan dan pohon-pohonan.
7. Kedokteran, salah seorang ahli kedokteran muslim yang terkenal di dunia barat adalah Abu Ali Al-Husaen ibn abdallah Ibnu sina. Bukunya yang berjudul Canun Fi’l Tib atau petunjuk tentang kedokteran, berisi tentang lima hal: fisiologi, kebersihan, patologi, pengambilan terapi, dan materi pengobatan.
Ada beberapa perguruan tinggi kedokteran yang
terkenal yaitu:
a.
Sekolah Tinggi
Kedokteran di Hirran, Syeria.
b.
Sekolah Tinggi
Kedokteran di Baghdad.
Para Dokter dan ahli kedokteran islam yang
terkenal adalah :
a.
Jabir ibn Hayyan
sebagai bapak ilmu Kimia
b.
Hunain ibn
Ishaq, ahli mata yang terkenal
c.
Tabib ibn Qurra,
d.
Ar-Rajji[5]
8.
Filsafat, selain
kedokteran ibnu sina merupakan ahli filsafat. Karya-karya utamanya adalah:
Kitab al-shifa (buku tentang kesehatan), Al-Hidayat fi’l Hikinat (petunjuk
ke arah kebijaksanaan), kitab Al-isharat Wa’l Tanbihat (pegangan bagi pengajaran
dan peringatan)
9.
Sastra, para
ilmuan muslim juga memberikan kontribusi yang besar terhadap dunia barat di
bidang sastra. Hal ini terbukti dari karya-karya surealis dalam islam dan atas
buku La Devina Comedia karya Dante Aleghery serta novel bernilai filsafat dari ibn Tufayl, Hayy ibn Haqzan (hidup sang
putra waspada) yang telah di terjemahkan ke berbagai bahasa eropa. Dunia barat
juga mengenal dan mengagumi karya sastra oemar khayyam.
10.
Geografi dan
Sejarah, seperti karya Nasrudin Tusi maupun hasil observasi Al-koshaji yang
telah berhasil menyusun hasil petualangannya di Cina dan mengoreksi perhitungan
garis lintang bumi maupun ukuran bumi. Sedangkan ibn maskawaih merupakann
sejarawan muslim terkenal dalam bukunya yang berjudul tajarib al-umam
(pengalaman bangsa), ia memaparkan kisah sejarah bangsa Persia dan Arabsampai
dengan masa hidupnya.
11.
Sosiologi dan
Ilmu Politik, Ibn Khaldun merupakan seorang pemikir filsafat sosiologi dan
sejarah yang terkenal dalam peradaban barat. Salah satu bukunya yaitu membahas
refleksi umum sejarah manusia sebagai hasil dari peradaban iklim, adat
istiadat serta latar belakang peradaban yang berbeda termasuk kelembagaan
sosial. Sedangkan Al-Farabi menulis buku yang sangat terkenal tentang filsafat
politik yang berjudul Madinatul Fadhilah (negara Utama). Yang menjelaskan
pemimpin suatu negara harus mampu memberikan jaminan agar penduduk mencapai
kehidupan yang sejahtera, baik di dunia dan di akhirat.
12.
Arsitektur dan
seni Rupa, tampak dalam bentuk istana maupun masjid yang gemerlapan yang
kemudian berpengaruh pada bangunan gereja pada abad pertengahan di eropa.
13.
Musik, seorang
musikus muslim bernama Abul Hasan Ali Ibn Nafis atau di panggil Ziriyab telah
mendirikan konservatorium musik-musik andalusia.[6]
Pada masa Dinasti Abasiyah
(750-950) perkembangan luar biasa dialami dalam bidang keilmuan. Dukungan yang
kuat dari pemerintahan yang berkuasa telah meniscayakan percepatan-percepatan
dalam perkembangan intelektual umat islam. Aktivitas penerjemahan karya-karya
Yunani dalam bidang kedokteran, filsafat dan sains lainya ke dalam bahasa Arab
telah memperkaya khazanah intelektual umat islam di samping juga pematangan
dalamimu-ilmu agama seperti ilmu hadis, tafsir dan ushul fiqih. Hal ini terus
berlanjut hingga abad ke-12 di mana kekuasaan islam telah mencapai daratan
Eropa.
Tercatat hingga abad ke-12 dalam
perkembangan intelektual islam telah melingkupi berbagai bidang keilmuan
seperti filsafat, astronomi, matematika, filologi, kedokteran, kimia, geografi,
sejarah, optik di samping juga ilmu-ilmu agama.[7]
2.4 Representasi Islam Modern Iran
Iran dahulu
dikenal dengan sebutan Persia, merupakan negara yang memiliki sejarah panjang
dalam peradaban manusia, bahkan dianggap sebagai salah satu dari 15 negara yang
menjadi tempat lahir dan pembentuk kebudayaan manusia. Wilayahnya yang terdiri
atas gunung-gunung, lembah dan padang pasir tandus itu, telah dihuni oleh
masyarakat manusia lebih dari 100 ribu tahun silam. Namun, sejarah Persia
umumnya dimulai dari migrasinya suku bangsa Media dan Persia dari kawasan Asia
Tengah, yang datang dan menetap di Persia (Iran) pada abad ke-16 SM.
Terjadi saling
perebutan kekuasaan, dan suku Media lebih awal berkuasa (728-550 SM), sampai
kemudian bangsa Persia berkuasa di bawah kepemimpinan Raja Cyrus Agung. Pada
saat itu, Persia menjadi sebuah wilayah kerajaan besar meliputi Babilonia,
Palestina, Suriah, seluruh Asia Kecil dan Mesir. Kejayaan itu berlangsung lebih
dari dua abad lamanya, hingga tahun 330 SM, bersamaan dengan munculnya
kekuasaan Romawi. Pada saat itu, Persia ditaklukkan Alexander the Great
(Alexander Agung).
Wilayah ini akhirnya menjadi
rebutan kekuasaan yang silih berganti, dari Dinasti Arcasida dan Kekaisaran
Parthia (248 SM-224 M).dan dilanjutkan dengan Kekaisaran Sassanid (226-651M),
hingga masuk masa Islam, yaitu pada masa Khulafa al-Rasyidin di Arab, Islam
masuk ke Persia. Sejak tahun 640 M hingga sekarang, seluruh wilayah Persia
telah dikuasai Pemerintahan Islam. Hanya saja, terjadi perebutan kekuasaan
antar dinasti-dinasti Islam sejak masa Khulafa al-Rasyidin, Dinasti Umayyah,
Dinasti Abbasiyah, Dinasti Safawi, Dinasti Qajar, Dinasti Pahlavi, hingga
Republik Islam Iran. Menurut kronologisnya, Iran mulai mendapat campur tangan
Eropa pada 1779, saat Dinasti Qajar berkuasa.
Memasuki Abad
ke-20, tepatnya tahun 1921, pasca Perang Dunia pertama, terjadi kudeta yang
dilakukan oleh Reza Khan untuk merebut kekuasaan dari pemerintahan Qajar. Pada
tahun 1925 Reza Khan menjadi penguasa dan mengganti namanya menjadi Reza
Pahlevi. Kerjasamanya dengan Nazi, menyebabkan sekutu yang selama ini
mendukungnya, memaksanya turun tahta. Ia digantikan oleh putranya Mohammad Reza
Shah Pahlevi. Pada 1935 Persia berganti nama menjadi Iran, dan Muhammad Reza
Pahlevi, menyatakan bahwa kedua nama tersebut (yaitu Persia dan Iran) boleh
digunakan. Pemerintahan Syah Iran ini bertahan hingga 1979, saat Ayatullah
Khumaini meruntuhkan kekuasaannya melalui perlawanan panjang dalam sebuah
revolusi yang monumental. Sejak itu Iran menjadi Negara modern non-monarki
dengan nama Republik Islam Iran.
2.4.1
Transformasi
syiah ke wilayah iran
Iran wilayah
yang memiliki luas hampir 1,65 km², memiliki kedudukan unik sebagai
satu-satunya negeri Islam yang menjadikan syiah sebagai mazhab resmi dan
mayoritas penduduknya bermazhab syiah, lebih tepat lagi mazhab syiah Itsna
‘asyariyah. Memang, terdapat kelompok besar syiah itsna ‘asyariyah yang penting
di Irak dan kelompok-kelompok kecil di Libanon, Bahrain serta daerah-daerah
lainya. Namun secara keseluruhan, komunitas syiah itsna ‘asyariyah hanya 8
persen dari komunitas umat Islam dunia, dibandingkan pengikut mazhab sunni yang
berjumlah 90 persen. Syiah itsna ‘asyariyah mempunyai banyak nama sebutan yang
lain seperti syiah Imamiyah, mazhab ja’fari, atau mazhab ahlul bait.
Transformasi syiah ke Iran (Persia)
mencerminkan proses historis yang panjang dengan beberapa faktor pembentuknya,
di antaranya :
1.
Tiadanya
fanatisme kebangsaan, kepentingan-kepentingan kelompok, dan motif-motif
kesukuan pada masyarakat Iran. Sebab, mereka tidak bernisbat pada salah satu
kabilah di antara kabilah-kabilah Quraisy atau kabilah-kabilah lain yang ada di
Semenanjung Arab. Kefanatikan dan kepentingan kelompok tidak menghalangi mereka
dari jalan dan mazhab ahlul bait.
2.
Tradisi keilmuan
yang telah berkembang di Iran memberi mereka semangat untuk mengkaji Islam yang
mengklaim memerintahkan pada ilmu pengetahuan dan membuang taklid buta. Oleh
karena itu, para penganut Majusi di tengah mereka menjadi bimbang dan ragu-ragu
setelah mempelajari Islam. Mereka berdialog dengan kaum muslimin dan mendalami
ajaran Islam, kemudian masuk Islam tanpa dipaksa.
Kepribadian Imam
Ali bin Abi Thalib yang mengesankan bagi masyarakat Iran. Misalnya, sewaktu
para tawanan dari Iran di bawa ke Madinah, Imam Ali membela dan memberikan
hak-hak mereka yang saat itu sebagian telah diabaikan. Terutama terhadap putri
Kisra, Syah Zanan dan Syahr Banu yang mana, Imam Ali menyuruh dua orang putri
Kisra untuk memilih pemuda Islam untuk menikahinya. Syah Zanan memilih Muhammad
bin Abu Bakar, sedangkan Syahr Banu memilih Imam Husain. Dari keturunan
keduanya kelak lahir para Imam-Imam Syiah. Ini merupakan salah satu sebab penting
ketertarikan penduduk Iran pada pribadi Imam Ali
Hubungan penduduk Iran dengan
Salman al-Farisi yang memiliki keagungan dan kemuliaan serta menjadi pengikut
setia Imam Ali.
Namun demikian
tahap terpenting perkembangan Syiah di Iran terjadi pada masa berkuasanya
Dinasti Buwaihi dan Dinasti Safawid pada abad ke-16.Yang mana pada saat itu
terbentuk suatu jaringan ulama utuh, menyeluruh dan terbuka secara progresif.
Sejak abad ke-15 M, pengikut Syiah
bertaburan di seluruh pelosok negeri Islam dalam kelompok-kelompok kecil,
termasuk orang Arab maupun Iran. Suatu perubahan besar terjadi pada 1501 ketika
seorang pemimpin – belakangan dikenal sebagai Syah Ismail – menaklukkan
sebagian besar daerah Iran, dan mendirikan Dinasti Safawid dengan menjadikan
mazhab Imamiyah sebagai mazhab resmi di wilayah kekuasaannya. Secara bertahap
penaklukan ini mengarah kepada suatu pemusatan kaum syiah di Iran, di samping
sekelompok besar masyarakat Irak di mana terdapat tempat-tempat suci Imamiyah
yang penting, dan beberapa kelompok kecil di daerah lainnya.
Setelah
menaklukkan Iran awal abad ke-16, Syah Ismail mengundang para ulama syiah dari
berbagai daerah lainnya ke Iran. Menurut Olivier Roy, hal ini ia lakukan untuk
membersihkan diri dari asal-usul mereka yang murni kesukuan dan sektarian agar
bisa membangun negara yang stabil. Mereka memilih syiah itsna ‘asyariyah
sebagai mazhab resmi negara, dan para Syah Iran mengklaim memerintah pada saat
gaibnya Imam kedua belas.
Kendatipun pada awalnya,
ulama-ulama ini sangat tergantung kepada Syah Ismail, namun secara bertahap
mereka memapankan diri dan diterima secara umum. Hanya mereka yang mengepalai
pengadilan-pengadilan agama, meskipun terdapat pengadilan-pengadilan adat
lainnya yang tidak dicampuri para ulama. Terdapat suatu lembaga keagamaan yang
belum sempurna, karena ulama di masa itu memiliki seorang wakil di pengadilan
yang dikenal dengan shadr, dan orang inilah yang memilih kepala penasehat hakim
dengan gelar Syeikh Islam.
Iran juga
menjadi pusat kesarjanaan syiah, dan terjadi perkembangan-perkembangan dalam
lapangan hukum serta teologi. Dinasti Safawid terus memerintah Iran hingga 1722,
dan pada waktu itu syiah telah sangat mapan. Bagian selanjutnya abad ke-18
merupakan suatu periode yang tidak menentu dengan ditaklukkannya Iran oleh
panglima perang Afghan dan penguasa sunni, Nadir Syah (1736-1747). Akan tetapi
syiah tetap merupakan mazhab yang berpengaruh di Iran. Dinasti Qajar, yang
mulai berkuasa menjelang penghujung abad tersebut hingga 1924, membutuhkan
dukungan ulama-ulama Imamiyah dan sebagai imbalannya, balik mendukung mereka.
Kemudian terjadi
perkembangan, yang mana, mulai diterima secara luas pandangan yang dikemukakan
para ulama bahwa hanya mereka – berdasarkan pengetahuan mengenai Al-quran,
hadis dan ajaran para imam – yang dapat menafsirkan agama kepada orang-orang
sezaman dengan mereka. Akibatnya adalah kekuasaan militer tidak memberikan
kepada pemegangnya hak untuk memerintah. Kekuasaan hanya sah jika penguasanya
bertindak selaras dengan ajaran-ajaran keagamaan. Seluruh kekuasaan lainnya
adalah tidak sah. Kepercayaan kepada Imam Mahdi dipandang secara tidak langsung
bermakna bahwa lembaga keagamaan berada di atas penguasa yang
sebenarnya. Implikasi semacam ini, hingga taraf tertentu diakui Dinasti Qajar
karena mereka membutuhkan dukungan lembaga keagamaan. Namun hal ini tidaklah
berarti para penguasa selalu mengerjakan yang dikehendaki ulama.
Selama abad
ke-19 dinasti Qajar mengambil langkah-langkah tertentu untuk memperbarui
negerinya secara kecil-kecilan, dan kebijakan ini ditentang para ulama karena
mencemaskan bahwa pembaruan tersebut akan mengarah kepada penggembosan
kekuasaan mereka. Namun sejauh kaum fakir miskin dan pedagang pasar dapat
dipengaruhi, maka ulama mampu memperoleh reputasi sebagai pembela masyarakat
awam menentang penguasa-penguasa yang menindas.
Menguatnya posisi ulama semakin mengukuhkan mereka memiliki bargaining penting dalam suatu Negara. Setidaknya, kehadiran mereka akan menjadi penyeimbang kekuasaan pemerintah (balance of power). Hal itu dibuktikan mereka, di mana pada akhir abad 19, terjadi revolusi tembakau dengan fatwa bersejarahnya Ayatullah Syirazi dan memasuki abad ke-20 dengan terjadinya revolusi konstitusional pada 1905[8].
3.1 Kesimpulan
1. Yang
dinamakan filsafat seruan islam yaitu Proses perkembangan pemikiran muslim,
terdapat dalam tiga fase dan erat kaitannya dengan sejarah islam. Pertama,
akibat adanya pergolakan politik pada masa kekhalifahan Ali, menimbulkan perang
siffin dan perang Jamal. Adanya perang ini menjadi faktor utama munculnya
golongan khawarij. Kedua, akibat eksoansi Islam kebarat ke spanyol dan prancis,
ke selatan sampai ke sudan, Ethiopia dan seterusnya, ke timur sampai ke India
dan seterusnya dan ke utara sampai ke Rusia. Ketiga, Mengalirnya pemikiran asing
dan diserap serta disaring oleh pemikir-pemikir muslim, menyuburkan pertumbuhan
dan perkembangan pemikiran muslim dan pada gilirannya berkembanglah filsafat
islam, tasawuf dan ilmu-ilmu keislaman lainya.
2. Adapun
Ilmuan dan Para Cendekiawan Muslim
Al-Thabari,
Al-Mas’udi, Al-Biruni, Ibnu Khaldun, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Bajah, Ibnu
Thufail, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Al-Mawarizmi, Jabir Ibnu Hayyah.
a.
Penemuan Ilmu
dikalangan Cendikiawan Muslim yaitu :
- Astronomi = Al-Batani
- Matematika = Al-Khawarizmi
- Fisika =
Hasan Ibn Haltam
- Kimia =
Abu Musa Jakfar Al-Kufi
- Bidang seni
ukir =
Bard
- Kedokteran =
Abu Ali Al-Husaen Ibn Abdallah Ibn Sina
- Filsafat =
Ibn Sina
- Sastra =
Ibn Tufayi
- Geografi dan
Sejarah =
Nasrudin Tusi
- Sosial dan ilmu
politik =
Ibn Khaldun
- Musik = Abu Hasan Ali Ibn Nafis
b. Wilayah iran akhirnya menjadi rebutan kekuasaan yang silih berganti, dari Dinasti Arcasida dan Kekaisaran Parthia (248 SM-224 M). dan dilanjutkan dengan Kekaisaran Sassanid (226-651M), hingga masuk masa Islam, yaitu pada masa Khulafa al-Rasyidin di Arab, Islam masuk ke Persia. Sejak tahun 640 M hingga sekarang, seluruh wilayah Persia telah dikuasai Pemerintahan Islam. Hanya saja, terjadi perebutan kekuasaan antar dinasti-dinasti Islam sejak masa Khulafa al-Rasyidin, Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah, Dinasti Safawi, Dinasti Qajar, Dinasti Pahlavi, hingga Republik Islam Iran. Menurut kronologisnya, Iran mulai mendapat campur tangan Eropa pada 1779, saat Dinasti Qajar berkuasa.
3.2 Saran
Menurut kami, mempelajari Kontribusi Islam
Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Filsafat itu sangat penting, karena dalam sebuah
sejarah kita diharuskan mengerti perkembangan apa saja di zaman millenial ini,
khususnya pada bidang pengetahuan dan filsafat. Kami penulis menyadari masih
banyak kekurangan sehingga kritik dan saran pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari. Serta bagi pembaca diharapkan
tidak hanya terpaku pada makalah ini, sebagai pembaca yang baik tentunya harus
memiliki referensi lain untuk pembelajaran lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, Yusran.1996. DirasahIslamiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Esha, Muhammad
In’am , 2001, Percikan Filsafat Sejarah
dan Peradaban Islam, (Malang : UIN-MALIKI PRESS
http://klikunic.net/inilah-10-ilmuwan-islam-paling-berjasa-dalam-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi-dunia/
diakses pada tanggal 10 Oktober 2015.
https://abuthalib.wordpress.com/2009/08/17/republik-islam-iran/ diakses pada tanggal 13 Oktober 2015.
Nizar, Samsul.
2009. Sejarah Pendidikan Islam :
menulusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana.
Syukur NC Fatah. 2002. Sejarah Peradaban Islam.Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra.
[1]
Yusran
Asmuni, DirasahIslamiyah, cet. Ke 1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996),
hlm. 91-98.
[2]
Badri Yatim, Historiografi Islam, cet.1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
hlm. 113-143
[3]Fatah
Syukur NC , Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra, 2002)
hlm 104
[4]
Fatah
Syukur NC , opcit.
[5] Fatah Syukur NC, opcit, hlm
104-105
[6] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan
Islam : menulusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2009), hlm 147-152
[7]
Muhammad
In’am Esha, Percikan Filsafat Sejarah dan Peradaban Islam, (Malang : UIN-MALIKI
PRESS,2001), hlm 132.
No comments:
Post a Comment