Monday, November 30, 2020

KONTRIBUSI ISLAM TERHADAP ILMU PENGETAHUAN DAN FILSAFAT

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Filsafat Seruan Islam

Proses perkembangan pemikiran muslim, terdapat dalam tiga fase dan erat kaitanya dengan sejarah islam. Pertama, akibat adanya pergolakan politik pada masa kekhalifahan Ali, menimbulkan perang siffin dan perang Jamal. Adanya perang ini menjadi faktor utama munculnya golongan khawarij. Kedua, akibat eksoansi Islam kebarat ke spanyol dan prancis, ke selatan sampai ke sudan, Ethiopia dan seterusnya, ke timur sampai ke India dan seterusnya dan ke utara sampai ke Rusia.

Ketiga, akibat eksoansi Islam kebarat ke spanyol dan prancis, ke selatan sampai ke sudan, Ethiopia dan seterusnya, ke timur sampai ke India dan seterusnya dan ke utara sampai ke Rusia. Akibat adanya perubahan masyarakat dari tradisional menjadi masyarakat modern, dan pandangan cakrawala berpikir yang regional menjadi yang lebih luas lagi kehidupan pribadi makin lama makin kompleks, menimbulkan masalah-masalah baru yang memerlukan pemecahan.

Ketiga faktor-faktor yang dikemukakan di atas sangat membantu lahirnya pemikiran - pemikiran baru bagi umat islam. Pemikiran Filsafat yunani mulai berkembang pada abad VI SM. Filsafat yang berkembang itu bukanlah hasil pemikiran filosof Yunani semata pada waktu itu, tetapi lebih tepat di katan hasil proses  perkembangan berpikir dan kumpulan dari pilihan-pilihan kebudayaan sebelum masa filosof itu.

Tujuan semula keberadaan filsafat Yunani itu untuk menguji kebenaran ajaran agama, maka pengetahuan keagamaan yang dapat dibenarkan oleh akal pikiran dinamakan filsafat dan yang tidak sesuai disebut cerita agama. Salah seorang yang berjasa dalam menyebarkan kebudayaan yunani adalah Alexander Agung yang pada tahun 331 SM dapat menguasai Persia (Darius), namun di negeri jajahan itu , ia selalu berusaha menyatukan kebudayaan Yunani dengan kebudayaan jajahannya , antara lain, dengan cara perkawinan, berpakaian dan pengangkatan pegawai atau pengiringnya.

Sekitar abad ke-7 dan 8 M. Islam telah menyebarkan sayap-sayapnya ke Syiria, mesir, Afrika Utara dan sebagian Spanyol. Melalui filosof-filosof kristen di Syiria orang-orang islam mengenal filsafat Yunani.

Dengan demikian filsafat Yunani yang sampai ke dunia islam bukanlah langsung dari Yunani akan tetapi melalui filosof di luar yunani dan bahkan telah bercampur aduk dengan pemikiran-pemikiran di mana filsafat itu berkembang.

Faktor yang mendorong orang islam Mempelajari Filsafat :

  1. Bahwa ajaran islam menganjurkan kepada pemeluk untuk mempelajari ilmu pengetahuan.
  2. Kaum muslimin melihat adanya manfaat mempelajari filsafat Yunani itu, terutama untuk memperkuat akidah islamiah dan berguna pula untuk berpolemik atau berapologi, dengan orang-orang yang tidak seagama atau yang menyimpang dari ajaran islam.
  3. Situasi dan kondisi memerlukan adanya terjemahan-terjemahan terutama ilmu-ilmu yang tidak menyinggung masalah keagamaan, karena masyarakatnya makin maju.

Setalah orang islam meyakini kebaikan nilai-nilai pengetahuan yang diterjemahkan itu, maka makin bertambah kegiatan untuk mempelajari pengetahuan Yunani itu dengan jalan bagaimanapun. Namun setalah ke khlalifahan Makmun yaitu zaman zaman kekhalifahan al-Mutawakkil penerjamahan buku-buku tidak lagi banyak dilakukan (terutama buku filsafat) bahkan akhirnya dilarang.[1]

2.2     Ilmuan dan Para Cendekiawan Muslim

  1. Al-Thabari

Nama kengkapnya Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir al Thabari. Lahir di Amul, Thabaristan yang terletak di pantai selatan laut Thabaristan (laut Qazwayn) pada tahun 225 H/839 M dan meninggal di Baghdad pada tahun 310 H/923 M. Ia adalah seorang sejarawan besar, ensiklopedis, ahli tafsir, ahli qira’at, ahli hadist dan ahli fikih.

Karya al-Thabari dalam bidang sejarah yang sangat terkenal, yaitu dalam bidang sejarah umum, berjudul Tarikh al-Umam wa al-Muluk (sejarah bangsa-bangsa dan raja-raja) atau Tarikh al-Rusul wa al-Anbiya’ wa al-Muluk wa al-Khulafa’ (sejarah para Rasul, para Nabi, para Raja, dan para Khalifah).

  1. Al - Mas’udi

Nama lengkapnya adalah Abu Al-Hasan Ali ibn Husayn ibn Ali (Baghdad- fustat, mesir 956 M).Ia adalah seorang sejarawan dan ahli geografi, ahli geologi, dan ahli zoologi muslim, juga mempelajari ilmu kalam (theologi), akhlaq, politik, dan ilmu bahasa.

Di antara karyanya yang dapat diketahui adalah sebagai berikut. (1) Dzakhair al-Ulum wa Ma Kana fi Sa’ir al-Duhur (khazanah ilmu pada setiap kurun), (2) al-Istidzkar Lima Marra fi Salif al-A’mar tentang peristiwa-peristiwa masa lalu. (3) Tarikh fi Akhbar al-Umam min al-‘Arab wa al-‘Ajam (sejarah bangsa-bangsa, Arab dan Persia.[2]

  1. Al-Biruni

Nama lengkapnya adalah Abu Rayhan Muhammad Ibn Ahmad al-Biruni al-Khawarizmi. Dia lahir di Khawarizm, Turkmenia pada bulan Dzulhijjah 362 H/ September 973 M dan meninggal dunia di Ghazna pada bulan Rajab 448 H/ 13 Desember 1048 M. Ia menguasai ilmu-ilmu sejarah, matematika, fisika, ilmu falak, kedokteran, ilmu-ilmu bahasa, geologi, geografi, dan filsafat. Dia adalah seorang yang terkenal banyak mengarang dan menerjemahkan karya-karya tentang kebudayaan India ke dalam bahasa Arab.

  1. Ibnu Khaldun

Nama lengkapnya adalah Waliyuddin ‘Abd al-Ramhan ibn Muhammad ibn Muhammad ibn abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan ibn Khaldun. Dia lahir di Tunisia di awal bulan Ramadhan 732 H (27 Mei 1333 M) dan wafat di Kairo pada tanggal 25 Ramadhan 808 H/ 19 Maret 1406 M. Keluarganya berasal dari Khadrolmaut dan silsilahnya sampai kepada sahabat Nabi yang bernama Wayl ibn Hujr dari kabilah Kindah.

Dia mengarang kitab monumentalnya kitab al-I’bar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-A’rab wa al-‘Ajam wa al-Barbar wa man Siwahum min Dzaw al-Sulthan al-Akbar (di singkat al-I’bar) yang terdiri dari tujuh jilid besar. Kitab ini berisi kajian sejarah, dan didahului oleh sebuah pembahasan tentang masalah-masalah sosial manusia yang dikenal dengan nama Muqaddimah ibn Khaldun yang merupakan jilid pertama dari kitab al-I’bar.

Kitab Muqaddimah itu membuka lebar-lebar jalan menuju bahasan ilmu-ilmu sosial. Oleh karena itu, dalam sejarah islam Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dalam islam.2

  1. Al-Kindi (194-260 H/809-875), buku karangannya sebanyak 236 judul
  2. Al-Farabi, orang menyebutnya Alfarobius
  3. Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
  4. Ibnu Thufail (wafat tahun 581)
  5. Ibnu Sina (370-428H/980-1037M), orang eropa menyebutnya Aviecena. Di samping seorang filosof ia juga seorang doktor dan ahli musik, karangannya yang terkenal adalah Shafa, Najat, Qonun. lsafiyah, mizanu Amal dan lainya.
  6. Al-Ghazali (450-505H/ 1058-1101M), ia digelari sebagai hajjatul islam, buku karangannya ada 70 judul. Karangannya adalah : Al-Munqiz minand Dhalal, Tuhfatul Falsafiyah dan lainya.
  7. Ibnu Rusyd (520-595H/1126-1198M), di Barat namanya dikenal Oveoes. Di antara buku karangannya adalah: Mabadiul Falasafiyah, Kulliyat, Tafsir Urjuja dan lain-lain.[3]
  8. Al-Khawarizmi

Dalam pendidikan telah dibuktikan bahwa al-Khawarizmi adalah seorang tokoh Islam yang berpengetahuan luas. Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya dalam bidang syariat tapi di dalam bidang falsafah, logika, aritmatika, geometri, musik, ilmu hitung, sejarah Islam dan kimia.

Beliau telah menciptakan pemakaian Secans dan Tangen dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi. Dalam usia muda beliau bekerja di bawah pemerintahan Khalifah al-Ma’mun, bekerja di Bayt al-Hikmah di Baghdad. Beliau bekerja dalam sebuah observatory yaitu tempat belajar matematika dan astronomi.

  1. Jabir Ibnu Hayyan/ Ibnu Geber

Ditemukannya kimia oleh Jabir ini membuktikan, bahwa ulama di masa lalu tidak melulu lihai dalam ilmu-ilmu agama, tapi sekaligus juga menguasai ilmu-ilmu umum.“Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab memberikan sumbangannya yang terbesar di bidang kimia,” tulis sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam History of The Arabs.Berkat penemuannya ini pula, Jabir dijuluki sebagai Bapak Kimia Modern.

2.3 Penemuan Ilmu di kalangan Cendekiawan Muslim

Sumbangan dari Intelektual islam di berbagai bidang ilmu pengetahuan, di antaranya di bidang:

1.         Astronomi, dalam literatur islam astronomi disebut ilmu falak ( untuk mengetahui sistem perputaran benda-benda langit).  Bidang ilmu ini amat mendukung peribadatan islam, yaitu seperti dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan, hari raya idhul fitri/adha dan lain sebagainya. Di antara para ahli astronomi muslim yang tersohor : Al-batani, yang menemukan keiringan bulan ; ali ibn Younis.[4]

2.      Matematika, dalam bahasa arab disebut Alabar (perhitungan), sedangkan istilah algoritme berasal dari nama penemunya yaitu, alkhawarizmi. Ialah seorang ahli matematika muslim terkenal di masa khalifah al-mamun, yang menulis aljabar berjudul Al-jabr Wa’l-maakalala (perhitungan dan simbol).

3.      Fisika,  ilmu fisika juga berhubungan erat dengan ilmu astronomi. Sehingga karya-karya tentang optik seperti yang ditulis Hassan ibn Haitam (965-1039 M) juga merupakan dasar bagi bangunan ilmu fisika, yakni dasar bagi pengadaan teropong dan fotografi. Di samping itu, penelitiannya mengenai kaca pembesar telah memberi inspirasi kepada Bacon dan Kepler yang menemukan teleskop maupun mikroskop.

4.      Kimia. Meskipun bangsa Yunani telah mengenal sejumlah zat kimia, namun mereka tidak tahu apa-apa mengenai subtansi unsur-unsur zat kimia, seperti alkohol, asam sulfur, maupun asam nitrat. Di antara ilmuan muslim dibidang kimia adalah abu Musa Jakfar Al-kufi (Djeber), telah menulis semacam ensiklopedia dan rangkuman ilmu kimia. Serta abu Bakar Zakaria m.Razi (Razez) dalam bukunya Al-hawi yang menguraikan bagaimana membuat asam sulfur atau alkohol. Di bidang industri adalah berupa penemuan mesiu untuk keperluan senjata dan pengelolaan kertas dari bahan kapas.

5.               Ilmu Hayat. Farmapodia  atau sejenis ensiklopedia tertumbuhan obat yang disusun bangsa arab  muslim berisi  berbagai tumbuhan dan bahan-bahan obat yang belum dikenal bangsa Yunani, termasuk kamper dan daun senna, tamarin, kasia dan mauna.

6.               Bidang Seni Ukir, Bard dari Tariff, dengan hasil seni ukirnya pada botol tinta, papan catur, payung , vas, burung-burungan dan pohon-pohonan.

7.               Kedokteran, salah seorang ahli kedokteran muslim yang terkenal di dunia barat adalah Abu Ali Al-Husaen ibn abdallah Ibnu sina. Bukunya yang berjudul Canun Fi’l Tib atau petunjuk tentang kedokteran, berisi tentang lima hal: fisiologi, kebersihan, patologi, pengambilan terapi, dan materi pengobatan.

Ada beberapa perguruan tinggi kedokteran yang terkenal yaitu:

a.              Sekolah Tinggi Kedokteran di Hirran, Syeria.

b.             Sekolah Tinggi Kedokteran di Baghdad.

Para Dokter dan ahli kedokteran islam yang terkenal adalah :

a.              Jabir ibn Hayyan sebagai bapak ilmu Kimia

b.             Hunain ibn Ishaq, ahli mata yang terkenal

c.              Tabib ibn Qurra,

d.             Ar-Rajji[5]

8.               Filsafat, selain kedokteran ibnu sina merupakan ahli filsafat. Karya-karya utamanya adalah: Kitab al-shifa (buku tentang kesehatan), Al-Hidayat fi’l Hikinat (petunjuk ke arah kebijaksanaan), kitab Al-isharat Wa’l Tanbihat (pegangan bagi pengajaran dan peringatan)

9.               Sastra, para ilmuan muslim juga memberikan kontribusi yang besar terhadap dunia barat di bidang sastra. Hal ini terbukti dari karya-karya surealis dalam islam dan atas buku La Devina Comedia karya Dante Aleghery serta novel bernilai filsafat  dari ibn Tufayl, Hayy ibn Haqzan (hidup sang putra waspada) yang telah di terjemahkan ke berbagai bahasa eropa. Dunia barat juga mengenal dan mengagumi karya sastra oemar khayyam.

10.           Geografi dan Sejarah, seperti karya Nasrudin Tusi maupun hasil observasi Al-koshaji yang telah berhasil menyusun hasil petualangannya di Cina dan mengoreksi perhitungan garis lintang bumi maupun ukuran bumi. Sedangkan ibn maskawaih merupakann sejarawan muslim terkenal dalam bukunya yang berjudul tajarib al-umam (pengalaman bangsa), ia memaparkan kisah sejarah bangsa Persia dan Arabsampai dengan masa hidupnya.

11.           Sosiologi dan Ilmu Politik, Ibn Khaldun merupakan seorang pemikir filsafat sosiologi dan sejarah yang terkenal dalam peradaban barat. Salah satu bukunya yaitu membahas refleksi umum sejarah manusia sebagai hasil dari peradaban iklim, adat istiadat serta latar belakang peradaban yang berbeda termasuk kelembagaan sosial. Sedangkan Al-Farabi menulis buku yang sangat terkenal tentang filsafat politik yang berjudul Madinatul Fadhilah (negara Utama). Yang menjelaskan pemimpin suatu negara harus mampu memberikan jaminan agar penduduk mencapai kehidupan yang sejahtera, baik di dunia dan di akhirat.

12.           Arsitektur dan seni Rupa, tampak dalam bentuk istana maupun masjid yang gemerlapan yang kemudian berpengaruh pada bangunan gereja pada abad pertengahan di eropa.

13.           Musik, seorang musikus muslim bernama Abul Hasan Ali Ibn Nafis atau di panggil Ziriyab telah mendirikan konservatorium musik-musik andalusia.[6]

Pada masa Dinasti Abasiyah (750-950) perkembangan luar biasa dialami dalam bidang keilmuan. Dukungan yang kuat dari pemerintahan yang berkuasa telah meniscayakan percepatan-percepatan dalam perkembangan intelektual umat islam. Aktivitas penerjemahan karya-karya Yunani dalam bidang kedokteran, filsafat dan sains lainya ke dalam bahasa Arab telah memperkaya khazanah intelektual umat islam di samping juga pematangan dalamimu-ilmu agama seperti ilmu hadis, tafsir dan ushul fiqih. Hal ini terus berlanjut hingga abad ke-12 di mana kekuasaan islam telah mencapai daratan Eropa.

Tercatat hingga abad ke-12 dalam perkembangan intelektual islam telah melingkupi berbagai bidang keilmuan seperti filsafat, astronomi, matematika, filologi, kedokteran, kimia, geografi, sejarah, optik di samping juga ilmu-ilmu agama.[7]

2.4    Representasi Islam Modern Iran

Iran dahulu dikenal dengan sebutan Persia, merupakan negara yang memiliki sejarah panjang dalam peradaban manusia, bahkan dianggap sebagai salah satu dari 15 negara yang menjadi tempat lahir dan pembentuk kebudayaan manusia. Wilayahnya yang terdiri atas gunung-gunung, lembah dan padang pasir tandus itu, telah dihuni oleh masyarakat manusia lebih dari 100 ribu tahun silam. Namun, sejarah Persia umumnya dimulai dari migrasinya suku bangsa Media dan Persia dari kawasan Asia Tengah, yang datang dan menetap di Persia (Iran) pada abad ke-16 SM.

Terjadi saling perebutan kekuasaan, dan suku Media lebih awal berkuasa (728-550 SM), sampai kemudian bangsa Persia berkuasa di bawah kepemimpinan Raja Cyrus Agung. Pada saat itu, Persia menjadi sebuah wilayah kerajaan besar meliputi Babilonia, Palestina, Suriah, seluruh Asia Kecil dan Mesir. Kejayaan itu berlangsung lebih dari dua abad lamanya, hingga tahun 330 SM, bersamaan dengan munculnya kekuasaan Romawi. Pada saat itu, Persia ditaklukkan Alexander the Great (Alexander Agung).

Wilayah ini akhirnya menjadi rebutan kekuasaan yang silih berganti, dari Dinasti Arcasida dan Kekaisaran Parthia (248 SM-224 M).dan dilanjutkan dengan Kekaisaran Sassanid (226-651M), hingga masuk masa Islam, yaitu pada masa Khulafa al-Rasyidin di Arab, Islam masuk ke Persia. Sejak tahun 640 M hingga sekarang, seluruh wilayah Persia telah dikuasai Pemerintahan Islam. Hanya saja, terjadi perebutan kekuasaan antar dinasti-dinasti Islam sejak masa Khulafa al-Rasyidin, Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah, Dinasti Safawi, Dinasti Qajar, Dinasti Pahlavi, hingga Republik Islam Iran. Menurut kronologisnya, Iran mulai mendapat campur tangan Eropa pada 1779, saat Dinasti Qajar berkuasa.

Memasuki Abad ke-20, tepatnya tahun 1921, pasca Perang Dunia pertama, terjadi kudeta yang dilakukan oleh Reza Khan untuk merebut kekuasaan dari pemerintahan Qajar. Pada tahun 1925 Reza Khan menjadi penguasa dan mengganti namanya menjadi Reza Pahlevi. Kerjasamanya dengan Nazi, menyebabkan sekutu yang selama ini mendukungnya, memaksanya turun tahta. Ia digantikan oleh putranya Mohammad Reza Shah Pahlevi. Pada 1935 Persia berganti nama menjadi Iran, dan Muhammad Reza Pahlevi, menyatakan bahwa kedua nama tersebut (yaitu Persia dan Iran) boleh digunakan. Pemerintahan Syah Iran ini bertahan hingga 1979, saat Ayatullah Khumaini meruntuhkan kekuasaannya melalui perlawanan panjang dalam sebuah revolusi yang monumental. Sejak itu Iran menjadi Negara modern non-monarki dengan nama Republik Islam Iran.

2.4.1        Transformasi syiah ke wilayah iran

Iran wilayah yang memiliki luas hampir 1,65 km², memiliki kedudukan unik sebagai satu-satunya negeri Islam yang menjadikan syiah sebagai mazhab resmi dan mayoritas penduduknya bermazhab syiah, lebih tepat lagi mazhab syiah Itsna ‘asyariyah. Memang, terdapat kelompok besar syiah itsna ‘asyariyah yang penting di Irak dan kelompok-kelompok kecil di Libanon, Bahrain serta daerah-daerah lainya. Namun secara keseluruhan, komunitas syiah itsna ‘asyariyah hanya 8 persen dari komunitas umat Islam dunia, dibandingkan pengikut mazhab sunni yang berjumlah 90 persen. Syiah itsna ‘asyariyah mempunyai banyak nama sebutan yang lain seperti syiah Imamiyah, mazhab ja’fari, atau mazhab ahlul bait.

Transformasi syiah ke Iran (Persia) mencerminkan proses historis yang panjang dengan beberapa faktor pembentuknya, di antaranya :

1.         Tiadanya fanatisme kebangsaan, kepentingan-kepentingan kelompok, dan motif-motif kesukuan pada masyarakat Iran. Sebab, mereka tidak bernisbat pada salah satu kabilah di antara kabilah-kabilah Quraisy atau kabilah-kabilah lain yang ada di Semenanjung Arab. Kefanatikan dan kepentingan kelompok tidak menghalangi mereka dari jalan dan mazhab ahlul bait.

2.         Tradisi keilmuan yang telah berkembang di Iran memberi mereka semangat untuk mengkaji Islam yang mengklaim memerintahkan pada ilmu pengetahuan dan membuang taklid buta. Oleh karena itu, para penganut Majusi di tengah mereka menjadi bimbang dan ragu-ragu setelah mempelajari Islam. Mereka berdialog dengan kaum muslimin dan mendalami ajaran Islam, kemudian masuk Islam tanpa dipaksa.

Kepribadian Imam Ali bin Abi Thalib yang mengesankan bagi masyarakat Iran. Misalnya, sewaktu para tawanan dari Iran di bawa ke Madinah, Imam Ali membela dan memberikan hak-hak mereka yang saat itu sebagian telah diabaikan. Terutama terhadap putri Kisra, Syah Zanan dan Syahr Banu yang mana, Imam Ali menyuruh dua orang putri Kisra untuk memilih pemuda Islam untuk menikahinya. Syah Zanan memilih Muhammad bin Abu Bakar, sedangkan Syahr Banu memilih Imam Husain. Dari keturunan keduanya kelak lahir para Imam-Imam Syiah. Ini merupakan salah satu sebab penting ketertarikan penduduk Iran pada pribadi Imam Ali

Hubungan penduduk Iran dengan Salman al-Farisi yang memiliki keagungan dan kemuliaan serta menjadi pengikut setia Imam Ali.

Namun demikian tahap terpenting perkembangan Syiah di Iran terjadi pada masa berkuasanya Dinasti Buwaihi dan Dinasti Safawid pada abad ke-16.Yang mana pada saat itu terbentuk suatu jaringan ulama utuh, menyeluruh dan terbuka secara progresif.

Sejak abad ke-15 M, pengikut Syiah bertaburan di seluruh pelosok negeri Islam dalam kelompok-kelompok kecil, termasuk orang Arab maupun Iran. Suatu perubahan besar terjadi pada 1501 ketika seorang pemimpin – belakangan dikenal sebagai Syah Ismail – menaklukkan sebagian besar daerah Iran, dan mendirikan Dinasti Safawid dengan menjadikan mazhab Imamiyah sebagai mazhab resmi di wilayah kekuasaannya. Secara bertahap penaklukan ini mengarah kepada suatu pemusatan kaum syiah di Iran, di samping sekelompok besar masyarakat Irak di mana terdapat tempat-tempat suci Imamiyah yang penting, dan beberapa kelompok kecil di daerah lainnya.

Setelah menaklukkan Iran awal abad ke-16, Syah Ismail mengundang para ulama syiah dari berbagai daerah lainnya ke Iran. Menurut Olivier Roy, hal ini ia lakukan untuk membersihkan diri dari asal-usul mereka yang murni kesukuan dan sektarian agar bisa membangun negara yang stabil. Mereka memilih syiah itsna ‘asyariyah sebagai mazhab resmi negara, dan para Syah Iran mengklaim memerintah pada saat gaibnya Imam kedua belas.

Kendatipun pada awalnya, ulama-ulama ini sangat tergantung kepada Syah Ismail, namun secara bertahap mereka memapankan diri dan diterima secara umum. Hanya mereka yang mengepalai pengadilan-pengadilan agama, meskipun terdapat pengadilan-pengadilan adat lainnya yang tidak dicampuri para ulama. Terdapat suatu lembaga keagamaan yang belum sempurna, karena ulama di masa itu memiliki seorang wakil di pengadilan yang dikenal dengan shadr, dan orang inilah yang memilih kepala penasehat hakim dengan gelar Syeikh Islam.

Iran juga menjadi pusat kesarjanaan syiah, dan terjadi perkembangan-perkembangan dalam lapangan hukum serta teologi. Dinasti Safawid terus memerintah Iran hingga 1722, dan pada waktu itu syiah telah sangat mapan. Bagian selanjutnya abad ke-18 merupakan suatu periode yang tidak menentu dengan ditaklukkannya Iran oleh panglima perang Afghan dan penguasa sunni, Nadir Syah (1736-1747). Akan tetapi syiah tetap merupakan mazhab yang berpengaruh di Iran. Dinasti Qajar, yang mulai berkuasa menjelang penghujung abad tersebut hingga 1924, membutuhkan dukungan ulama-ulama Imamiyah dan sebagai imbalannya, balik mendukung mereka.

Kemudian terjadi perkembangan, yang mana, mulai diterima secara luas pandangan yang dikemukakan para ulama bahwa hanya mereka – berdasarkan pengetahuan mengenai Al-quran, hadis dan ajaran para imam – yang dapat menafsirkan agama kepada orang-orang sezaman dengan mereka. Akibatnya adalah kekuasaan militer tidak memberikan kepada pemegangnya hak untuk memerintah. Kekuasaan hanya sah jika penguasanya bertindak selaras dengan ajaran-ajaran keagamaan. Seluruh kekuasaan lainnya adalah tidak sah. Kepercayaan kepada Imam Mahdi dipandang secara tidak langsung bermakna bahwa lembaga keagamaan berada di atas penguasa yang sebenarnya. Implikasi semacam ini, hingga taraf tertentu diakui Dinasti Qajar karena mereka membutuhkan dukungan lembaga keagamaan. Namun hal ini tidaklah berarti para penguasa selalu mengerjakan yang dikehendaki ulama.

Selama abad ke-19 dinasti Qajar mengambil langkah-langkah tertentu untuk memperbarui negerinya secara kecil-kecilan, dan kebijakan ini ditentang para ulama karena mencemaskan bahwa pembaruan tersebut akan mengarah kepada penggembosan kekuasaan mereka. Namun sejauh kaum fakir miskin dan pedagang pasar dapat dipengaruhi, maka ulama mampu memperoleh reputasi sebagai pembela masyarakat awam menentang penguasa-penguasa yang menindas.

Menguatnya posisi ulama semakin mengukuhkan mereka memiliki bargaining penting dalam suatu Negara. Setidaknya, kehadiran mereka akan menjadi penyeimbang kekuasaan pemerintah (balance of power). Hal itu dibuktikan mereka, di mana pada akhir abad 19, terjadi revolusi tembakau dengan fatwa bersejarahnya Ayatullah Syirazi dan memasuki abad ke-20 dengan terjadinya revolusi konstitusional pada 1905[8].

3.1  Kesimpulan

1.      Yang dinamakan filsafat seruan islam yaitu Proses perkembangan pemikiran muslim, terdapat dalam tiga fase dan erat kaitannya dengan sejarah islam. Pertama, akibat adanya pergolakan politik pada masa kekhalifahan Ali, menimbulkan perang siffin dan perang Jamal. Adanya perang ini menjadi faktor utama munculnya golongan khawarij. Kedua, akibat eksoansi Islam kebarat ke spanyol dan prancis, ke selatan sampai ke sudan, Ethiopia dan seterusnya, ke timur sampai ke India dan seterusnya dan ke utara sampai ke Rusia. Ketiga, Mengalirnya pemikiran asing dan diserap serta disaring oleh pemikir-pemikir muslim, menyuburkan pertumbuhan dan perkembangan pemikiran muslim dan pada gilirannya berkembanglah filsafat islam, tasawuf dan ilmu-ilmu keislaman lainya.

2.      Adapun Ilmuan dan Para Cendekiawan Muslim

Al-Thabari, Al-Mas’udi, Al-Biruni, Ibnu Khaldun, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Al-Mawarizmi, Jabir Ibnu Hayyah.

a.                                      Penemuan Ilmu dikalangan Cendikiawan Muslim yaitu :

  •   Astronomi                         = Al-Batani                            
  •   Matematika                       = Al-Khawarizmi
  • Fisika                                   = Hasan Ibn Haltam
  • Kimia                                  = Abu Musa Jakfar Al-Kufi
  • Bidang seni ukir                 = Bard
  • Kedokteran                         = Abu Ali Al-Husaen Ibn Abdallah Ibn Sina
  • Filsafat                                = Ibn Sina
  • Sastra                                  = Ibn Tufayi
  • Geografi dan Sejarah         = Nasrudin Tusi
  • Sosial dan ilmu politik       = Ibn Khaldun
  • Musik                                  = Abu Hasan Ali Ibn Nafis

 

b.      Wilayah iran akhirnya menjadi rebutan kekuasaan yang silih berganti, dari Dinasti Arcasida dan Kekaisaran Parthia (248 SM-224 M). dan dilanjutkan dengan Kekaisaran Sassanid (226-651M), hingga masuk masa Islam, yaitu pada masa Khulafa al-Rasyidin di Arab, Islam masuk ke Persia. Sejak tahun 640 M hingga sekarang, seluruh wilayah Persia telah dikuasai Pemerintahan Islam. Hanya saja, terjadi perebutan kekuasaan antar dinasti-dinasti Islam sejak masa Khulafa al-Rasyidin, Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah, Dinasti Safawi, Dinasti Qajar, Dinasti Pahlavi, hingga Republik Islam Iran. Menurut kronologisnya, Iran mulai mendapat campur tangan Eropa pada 1779, saat Dinasti Qajar berkuasa.

3.2  Saran

      Menurut kami, mempelajari Kontribusi Islam Terhadap Ilmu Pengetahuan dan Filsafat itu sangat penting, karena dalam sebuah sejarah kita diharuskan mengerti perkembangan apa saja di zaman millenial ini, khususnya pada bidang pengetahuan dan filsafat. Kami penulis menyadari masih banyak kekurangan sehingga kritik dan saran pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari. Serta bagi pembaca diharapkan tidak hanya terpaku pada makalah ini, sebagai pembaca yang baik tentunya harus memiliki referensi lain untuk pembelajaran lebih lanjut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Asmuni, Yusran.1996. DirasahIslamiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Esha, Muhammad In’am , 2001, Percikan Filsafat Sejarah dan Peradaban Islam, (Malang : UIN-MALIKI PRESS

http://klikunic.net/inilah-10-ilmuwan-islam-paling-berjasa-dalam-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi-dunia/ diakses pada tanggal 10 Oktober 2015.

https://abuthalib.wordpress.com/2009/08/17/republik-islam-iran/ diakses pada tanggal 13 Oktober 2015.

Nizar, Samsul. 2009. Sejarah Pendidikan Islam : menulusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia,  Jakarta: Kencana.

Syukur NC Fatah. 2002. Sejarah Peradaban Islam.Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra.

Yatim, Badri. 1997. Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu


[1] Yusran Asmuni, DirasahIslamiyah, cet. Ke 1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 91-98.

 

[2] Badri Yatim, Historiografi Islam, cet.1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 113-143

 

[3]Fatah Syukur NC , Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra, 2002) hlm 104

 

[4] Fatah Syukur NC , opcit.

 

[5] Fatah Syukur NC, opcit, hlm 104-105

[6] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam : menulusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm 147-152

[7] Muhammad In’am Esha, Percikan Filsafat Sejarah dan Peradaban Islam, (Malang : UIN-MALIKI PRESS,2001), hlm 132.

 

No comments:

Post a Comment